Senin, 06 Oktober 2014



Penegerian Umuslim, dengan Janji Fiksi
Oleh: Khairul Fahmi
            Universitas Al Muslim adalah sebuah lembaga Pendidikan Tinggi Swasta (PTS) yang terletak di sebalah timur Kabupaten Bireuen sebuah lembaga dibawah naungan Yayasan Al Muslim Peusangan, Matangglumpangdua. Umuslim merupaka PTS terbesar di Aceh yang dikabarkan akan dinegerikan dalam waktu dekat namun, hingga saat ini penegerian kampus tersebut tak terealisasikan semuanya hanya kabar burung belaka yang tak pernah ada kepastian membuat mahasiswa yang kini menuntut ilmu di Universitas tersebut keluh kesah akan status Perguruan Tinggi kebangaan masyarakat Peusangan dan Kabupaten Bireuen. Universitas yang nantinya akan menjadi Perguruan Tinggi Negeri atau hanya sebatas kabar burung yang sulit untuk dipercaya akan janji-janji manis Pemerintah  saja yang mengumbar janji akan perubahan status Umuslim, namun hingga kini belum terlaksana. Dimanakah letak kekurangan terhadap kampus kebanggaan masyarakat Bireuen?
Janji-janji
            Jauh hari, sebelum angin segar Mentri BUMN Dahlan Iskan berhembus ketika menyambangi Umuslim beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi Aceh, melalui Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, yang berharap kepada Pemerintah Pusat untuk segera merubah status Universitas yang ada di Aceh diantaranya, Universitas teuku Umar, Meulaboh (sudah Negeri), Universitas Al Muslim Peusangan di kabupaten Bireuen, universitas Gunung Lauser Kutacane, Universitas Gajah putih di Takengon,  dan Politeknik Indonesia-Venezuela. Tanpa menunggu waktu secara gamblang SBY mengatakan Pemerintah sangat mendukung akan peningkatan mutu pendidikan yang membuat mahasiswa Umuslim elus dada dan besyukur karena PTS yang mereka duduki termasuk dalam proses perubahan status dari PTS menjadi PTN. Selanjutnya, juga datang dari Putra Daerah Aceh yang menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Ir. H. Azwar Abubakar, MM, juga memberikan sedikit harapan hal itu dikemukakan saat menyambangi Umuslim dan memberikan kuliah umum di Universitas tersebut, Senin 13 Januari 2014.
Dia mengatakan sangat mendukung upaya penegerian Umuslim dengan memberikan alasan penegerian Universitas tersebut akan sangat mendukung sarana pendidikan yang tersedia di Universitas tersebut semakin baik, dengan suara tegas beliau menyebutkan yang sedikit keluar bahasa Acehnya “Penegerian Al Muslim, kenapa tidak! Kita dukung, pat kuteken?” tegas seorang yang pernah menjabat Wakil Gubernur Aceh dan disambut dengan applause dari Rektorat, akademika serta Mahasiswa yang ikut dalam kuliah umum bersama Bapak Menteri, begitulah nasib yang harus diemban mahasiswa yang sekarang kuliah di Universitas tersebut, akan janji-janji dengan menaruh harapan Umuslim segera dingerikan.
Sampai kapan
            Sampai kapankah Umuslim harus megemban janji-janji manis saja yang hingga kini masa Pemerintahan SBY diambang tuntas yang tersisa hanya beberapa bulan lagi, akankah Umuslim masih tetap mengerang sakit hati akan harapan palsu yang berhembus?  Kini, tiada seorangpun yang akan  peduli lagi akan status itu semua sibuk akan kekuasaan tanpa memikirkan rakyat kecil yang kuliah di Universita tersebut, dimana pihak Universitas memberikan keringanan kepada kami mahasiswa untuk melunasi SPP dengan sistem pembayaran bertahap setiap satu semester cicilan dua kali pembayaran, Mohon dengarkan tangisan kami mahasiwa kecil yang berguru di Lembaga Tinggi tersebut dari tangan anda para pentinggi baik Daerah maupun Pusat atas status Perguruan Tinggi ini, sebagaimana harapan yang berada di benak masyarakat Bireuen  dan Mahasiswa yang sedang kuliah di Universitas tersebut, semoga janji bukan hanya janji yang fiksi yang membuat para rakyat kecil apalagi Indonesia sedang mengadapi mencari sosok Pemimpin baru, perhatikanlah generasi muda masa datang yang berada dalam naungan Umuslim.
Khairul fahmi, Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,             Universitas Al muslim (Umuslim) Bireuen.


Resensi Buku Pengantar Sastra Aceh



Resensi Buku Pengantar Sastra Aceh




Judul               : Pengantar Sastra Aceh
Penulis             : Dr. Muhammad Harun, M.Pd.
Penerbit           : Citapustaka Media Perintis, Bandung
Tahun              : 2012
Tebal Buku      : 358 Halaman
Kategori          : Ilmiah

            Sastra Aceh yang dimaksudkan dalam buku ini adalah  sastra bebahasa Aceh. Sastra tersebut terdiri atas sastra lisan dan sastra tulis.  Saat ini banyak sastra lisan yang sudah dituliskan, tetapi sastra lisan tersebut bukanlah sastra tulis. Ia adalah sastra lisan yang dituliskan (dicatat atau diaksarakan) dan kemudian didokumentasikan.

Oleh: Khairul Fahmi
            Dalam buku ini, Dr. Mohd. Harun, M.Pd. lebih dikenal dengan sebutan Harun al Rasyid menuliskan bagaimana perkembangan Sastra Daerah Aceh sejak zaman kolonial sampai sekarang. Beliau juga menyebutkan beberpa Prosa Fiksi (Haba) yang beredaran dalam masyarakat Aceh mulai dari binatang sampai hal-hal yang bersifat tidak mungkin terjadi, dan bersifat rekaan.buku yang dituliskan oleh beliau sudah menjadi pegangan bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi di Aceh sebut saja Universitas Syiah Kuala, Jabal Ghafur, dan sebagainya. Yang juga menjadi pegangan bagi saya Mahasiswa Universitas Almuslim, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), program studi Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, untuk mengikuti mata kuliah wajib bagi seluruh Mahasiswa guru Bahasa Indonesia yag ada di Aceh. Buku ini jelas dan memberi pemahaman bagi setiap pembaca paham betul bagaimana kisah perjalanan sastra di Aceh. Seperti pantun, dongen, legenda dan sebagainya yang bisa kita pahami dalam sbuku buah tangan beliau, seut saja pepatah yang bisa dipetik dari buku ini, diantaranya, som salah peulumah saleh dann lain sebagainya.
            Mantra  dalam sisilah Aceh sering disebut Neurajah sebagaimana masyarakat Aceh Tempo dulu yang masih percaya akan roh gaib dan mempercayai akan mantera tersebut dapat membuat segala sesuatu yang dapat berjalan lancar, sebut saja diataranya, neurajah Menderes Nira Ijuk, Neurajah Penyembuh Bisul dan sebagainya. Dalam silsilah Aceh juga ada sastra tebak-tebakan atau istilah Acehnya yaitu H’iem dan jenis-jenisnya sampai kepada Seulaweuet atau salawat yang juga menjadi keabsahan masyarakat aceh pada umumnya. Meurukon yang merupakan salah satu puisi Aceh berbentuk dialogis atara satu kelompok dengan kelompok lainya, serta jenis-jenis yang terdapat dalam meurukon.
            Penggunaan bahasa dalam sastra aceh yang sering kali di awali dengan pemilihan diksi atau pemilihan kata yang dalam puisi aceh baik puisi lisan maupun puisi tulis aceh sebagai wahana ekspresi utama. Serta menjelaskan bagaimana letak-letak atau jenis sastra yang terdapat dalam Provinsi Aceh yang memberi pencerahan bagi generasi emas yang akan lebih membahana dan memberi pengaruh perubahan bagi Aceh  dari lahirya generasi yang akan muncul dan dilahirkan oleh perguruan-Perguruan Tinggi Besar di Aceh diantaranyanya berdasrkan Urutan Perguruan Tinggi yang secara peringkat di aceh di posisi teratas tidak lain  ­jantong Hate Aceh Universitas Syiah Kuala, di posisi kedua ada Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, ketiga ada Universitas Malikussaleh serta di posisi keempat diduduki PTS yakni Universtias Almuslim, semoga Aceh akan melahirkan sosok penulis buku yang handal.

            Dr. Muhammad Harun, M.Pd. adalah seorang yang peduli akan perkembangan sastra daerah aceh dengan lahirnya buku ini, sosok pria kelahiran  Laweueng, Pidie, Aceh ini salah seorang yang di kenal sebagai seorang Dosen di Unviersitas Syiah Kuala yang mampu melahirkan motivasi bagi mahasiswa aceh untuk memperdalam ilmu sastra aceh untuk perkembangan sastra di daerah aceh. Buku ini juga mampu memotivasi mahasiswa aceh untuk lebih peduli akan karya sastra daerah aceh yang tak kalah hebat dengan karya sastra nasional, sebut sja L.K. Ara seorang penyair Aceh yang dikenal di  Aceh dan Indonesia, di masa sekarang Aceh sedang menatap sosok baru yang akan muncul di negeri Serambi Mekkah ini. Semoga Aceh ke depan dapat melahirkan sosok penulis, sastrawan yang tak kalah hebat dari penghulunya yang telah tiada, karena hidup tak kekal di dunia, kekal itu adalah akhirat tempat abadan abadi selamanya untuk Makhluk ciptaan Allah swt. sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Dr. Azman Ismail, M.A. salah seorang Guru Besar Sastra Arab IAIN AR-Raniry yang sekarang menjadi UIN Ar-Raniry, sebuah buku yang bercerita tentang masa lalu orang Aceh dalam bentuk seperti haba jameun (cerita rakyat). Begitulah pentingnya buku ini untuk kalangan mahasiswa Aceh khususnya mahasiswa PBSID (Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah).